Berita
Jakarta, 29 Agustus 2025 - Beberapa hari terakhir, gelombang demonstrasi di Indonesia, khususnya di Jakarta, mencerminkan keresahan mendalam masyarakat terhadap sejumlah kebijakan pemerintah. Latar belakang dari unjuk rasa ini sangat kompleks, tidak hanya dipicu oleh satu isu tunggal. Massa menyoroti berbagai kebijakan kontroversial, puncak dari kekecewaan publik ini meletus saat isu tunjangan DPR yang berlebihan menjadi perbincangan luas, memicu kemarahan publik yang merasa para wakil rakyat tidak peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat.
Masalah utama yang muncul dari demonstrasi ini adalah adanya tindakan represif aparat keamanan, yang berujung pada tragedi dan pelanggaran hak asasi manusia. Di tengah aksi, seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas terlindas kendaraan taktis milik Brimob, sebuah insiden yang memicu kemarahan publik dan menuntut pertanggungjawaban. Selain itu, ratusan pelajar yang ikut berdemonstrasi juga ditangkap, menunjukkan bahwa pendekatan keamanan yang digunakan cenderung represif dan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Kekerasan ini tidak hanya merusak jalannya unjuk rasa yang damai tetapi juga menciptakan ketakutan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat dan pemerintah.
Secara keseluruhan, demonstrasi ini mengungkap kegagalan komunikasi dan kurangnya empati dari pihak berwenang. Alih-alih mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh publik, respons yang diberikan cenderung berfokus pada penanganan keamanan yang keras. Ini menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia dihadapkan pada tantangan serius: bagaimana pemerintah dan DPR dapat menunjukkan kerja nyata dan melayani rakyat, bukan justru menjauh dari rakyat. Tanpa adanya kesediaan untuk memperbaiki kebijakan yang dianggap merugikan, gejolak sosial serupa berpotensi untuk terus terjadi.
Pernyataan Sikap Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) sekaligus Himbauan untuk Seluruh Elemen Bangsa
1. Masyarakat & Anak Muda
Demonstrasi yang berlangsung di Gedung DPR/MPR adalah cerminan dari suara kritis masyarakat yang gelisah, terutama dari kalangan anak muda dan mahasiswa. Gunakanlah hak bersuara dengan cara yang damai, positif, dan konstruktif. Aspirasi masyarakat adalah kunci bagi kemajuan bangsa. Namun, jangan biarkan diri terprovokasi atau terjebak dalam tindakan anarkis yang hanya akan merugikan diri sendiri maupun orang lain
.
2. Anak di bawah umur
Anak-anak memiliki hak dasar untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi dan bahaya, termasuk risiko fisik dan psikologis yang mungkin timbul selama unjuk rasa. Melibatkan anak-anak dalam kegiatan semacam ini tidak hanya melanggar hak-hak anak yang dijamin oleh undang-undang nasional dan konvensi internasional, tetapi juga bisa merusak masa depan anak dengan paparan kekerasan atau konflik. Oleh karena itu, semua pihak—baik orang tua, aktivis, maupun koordinator aksi—memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan anak-anak tidak menjadi bagian atau alat dalam setiap bentuk demonstrasi. Perlu ditekankan dengan tegas bahwa pelibatan dan penyalahgunaan anak di bawah umur dalam aksi demonstrasi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
3. Aparat Kepolisian
Tragedi ini menyoroti tugas utama polisi yang seharusnya melindungi rakyat, bukan melukai. Tugas utama kepolisian adalah melindungi dan mengayomi rakyat, bukan melukai. Tragedi yang menimpa pengemudi ojol, Affan Kurniawan, adalah pengingat pahit tentang dampak dari pendekatan represif.Kekerasan oleh aparat adalah pelanggaran HAM dan tidak dapat dibenarkan. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR). Aparat diingatkan untuk mengedepankan pendekatan persuasif dan profesional, serta menghindari kekerasan yang hanya akan memperdalam luka di tengah masyarakat. Jalankanlah tugas secara profesional, kedepankan pendekatan yang persuasif, dan hindari penggunaan kekerasan. Ingat, kekerasan hanya akan memperdalam luka dan ketidakpercayaan di tengah masyarakat.
4. DPR & Pejabat Publik
Saat rakyat resah dan menyampaikan aspirasi melalui demonstrasi, yang dibutuhkan bukanlah pamer kuasa atau kekayaan. Sebaliknya yang dibutuhkan rakyat adalah kerja nyata, pelayanan yang tulus, dan empati. Salah satu pemicu aksi ialah dengan menunjukkan adanya jurang antara pejabat publik dan realitas hidup rakyat. Pejabat publik harus menunjukkan bahwa hadir untuk rakyat, mendengarkan, dan mengevaluasi kebijakan yang dianggap merugikan, bukan menjauh dari rakyat atau membungkam suara-suara kritis.
5. Masyarakat Luas
Tetaplah tenang dan jaga persatuan. Jangan mudah terpancing provokasi atau menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Saat ini, disinformasi dapat menyulut konflik dengan cepat. Ingatlah, sekali klik bisa memicu perpecahan. Verifikasi setiap berita sebelum dibagikan dan jadilah bagian dari solusi, bukan masalah. Prinsip ini sejalan dengan perlindungan hak untuk memperoleh informasi yang benar, sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945. Masyarakat didorong untuk tetap berhati-hati dan tidak mudah terpancing provokasi, sehingga kebenaran berita dapat dipastikan sebelum dibagikan.
Artikel lainnya dalam kategori yang sama
✨🇮🇩 ToleRun: Misi Kebhinekaan 🇮🇩✨ICRP bersama Global Peace Foundation Indonesia, Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia dan...
22 Aug 2025
Melanjutkan pertemuan kerja lintas iman, yang menyepakati Konsorsium Merawat Dunia Dengan Cinta. ICRP sambangi Grha Oiku...
12 Aug 2025
“Dunia harus ada yang berani melangkah mencapai Sustain Development Goals melalui komitmen agama dan berkepercayaan yang...
30 Jul 2025
Bertempat di Taman Perdamaian ICRP (23/7) puluhan anak anak lintas iman rayakan Hari Anak Nasonal. Dalam kegiatan yang b...
24 Jul 2025
Bertempat di kantor sekretariat Indonesian Conference on Religion and Peace (12/7) Jalan Cempaka Putih Barat XXI Nomor 3...
13 Jul 2025
Romo Kardinal menjelaskan proses pemilihan Paus dalam Konklaf, termasuk kriteria kardinal yang boleh memilih dan dipilih...
23 Jun 2025
Jadilah bagian dari komunitas yang berkomitmen membangun perdamaian dan toleransi di Indonesia
Bergabung Sekarang